Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi obat sirup yang tidak masuk dalam daftar rekomendasi Kementerian Kesehatan dan dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Daftar obat sirup yang aman dan tidak aman digunakan diatur dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/III/3713/2022 tentang Petunjuk Penggunaan Sediaan Farmasi Cair/Sirup Oleh Anak yang diatur pada 11 November 2022 Pencegahan penyakit ginjal akut progresif atipikal dalam konteks peningkatan kasus. Menunggu hasil kajian lebih lanjut,” kata Syahril dalam rilisnya, Kamis (17/11/2022).
Dalam surat edaran Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa obat sirup yang telah dikaji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) aman dan tanpa penambahan pelarut dapat digunakan selama bukan dari 3 produsen obat sirup yang peredarannya izin telah dicabut. Ketiga produsen obat sirup tersebut adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Farma. “Sejauh ini kami baru merilis 3 perusahaan yang sudah rilis BPOM dan produknya sudah ditarik. Kami keluarkan surat edaran kepada seluruh tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengikuti ini,” ujarnya. Sebelumnya, BPOM mengeluarkan daftar 133 obat dan 23 obat sirup yang dapat digunakan secara aman tanpa penambahan pelarut asalkan mengikuti aturan pakai.
BPOM kemudian menerbitkan daftar 65 obat tambahan dari daftar sebelumnya 133 obat, sehingga total menjadi 198 obat dalam bentuk sirup tanpa tambahan pelarut yang aman dikonsumsi sesuai aturan pakai. Selanjutnya, BPOM mencabut izin edar obat sirup tiga perusahaan farmasi, PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma. Sebanyak 73 jenis obat sirup dari 3 perusahaan farmasi juga dicabut izin usahanya. Oleh karena itu, daftar obat ke-5 dan ke-6 dalam Interpretasi BPOM RI dinyatakan tidak berlaku. Kementerian Kesehatan akhirnya memberikan usul jika dalam penjelasan BPOM sebelumnya mencantumkan daftar obat yang dicabut izin usahanya untuk 3 perusahaan farmasi, maka jangan digunakan. “Selain itu jangan dipakai, tunggu dulu. Artinya masih dalam kajian,” kata Syahril.
Peraturan tersebut juga menetapkan 12 obat utama yang dapat digunakan tetapi perlu dipantau oleh petugas kesehatan. Semua operator fasilitas kesehatan dan Sistem Farmasi Elektronik (PSEF) dan apotek wajib berpedoman pada interpretasi kepala BPOM terhadap daftar obat yang boleh, dikecualikan dan tidak digunakan, pada saat menggunakan obat. Dengan surat ini berlaku, Plt. Dirjen Pelayanan Kesehatan No. HK.02.02/III/3515/2022 tanggal 24 Oktober 2022, Surat Plt. Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3565/2022 tanggal 28 Oktober 2022 dinyatakan tidak berlaku “Obat-obat kritis ini tetap dapat digunakan oleh tenaga kesehatan dengan pengawasan yang ketat,” kata Syahril.
Berikut adalah daftar 12 Obat Kritikal yang dapat digunakan::
- Asam valproat (Valproic acid)
- Depakene
- Depval
- Epifri
- Ikalep
- Sodium valproate
- Valeptik
- Vellepsy
- Veronil
- Revatio syr
- Viagra syr
- Kloralhidrat (Chloral hydrate) syr.
Hasil penelitian gagal ginjal akut akibat keracunan obat sirup
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyimpulkan bahwa cedera ginjal akut (AKI) yang menyerang anak-anak disebabkan oleh intoksikasi (keracunan) sirup yang mengandung kontaminan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, kesimpulan itu didapat setelah dilakukan kajian mendalam antara Kementerian Kesehatan dan dr RSUPN. Cipto Mangunkusumo, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ahli Epidemiologi dan Forensik Toksikologi.
Akibatnya, gagal ginjal akut disebabkan oleh sirup obat yang terkontaminasi EG dan DEG. Beberapa kemungkinan penyebab gagal ginjal lainnya juga telah dikesampingkan karena belum terbukti. “Kami simpulkan gagal ginjal akut yang terjadi selama ini, meningkat dari akhir Agustus dan meningkat pada September dan Oktober, karena keracunan zat EG dan DEG yang dicampur dalam obat sirup yang dikonsumsi anak-anak,” kata Syahril dalam jumpa pers on line, Rabu (16/11/2022).
Syahril mengungkapkan kesimpulan itu semakin diperkuat karena tidak ada kasus baru dalam dua pekan terakhir setelah Kementerian Kesehatan melarang penggunaan obat sirup sejak 18 Oktober. Selanjutnya, pada 23 Oktober, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan BPOM melakukan kajian terhadap obat yang dianjurkan untuk diteliti, salah satunya ditemukan di rumah pasien gagal ginjal..
Kemudian, kasus menurun karena pada 25 Oktober 2022, Kementerian Kesehatan mengidentifikasi Fomepizole, obat penawar gagal ginjal. “Dengan itu kita keluarkan larangan dan kajian dari BPOM, kita identifikasi penawarnya. Sehingga Alhamdulillah, pergerakan cepat ini membawa apa yang kita harapkan, yaitu tidak ada tambahan kasus atau kematian.,” ucap Syahril.
Sedangkan kasus gagal ginjal mencapai 324 kasus sejak dua pekan terakhir, tepatnya 2-15 November 2022, dengan hanya 14 orang yang berobat. Pasien dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Hingga 15 November 2022, jumlah pasien sembuh dan pulang mencapai 111 orang. Juga tidak ada peningkatan jumlah pasien yang meninggal dalam dua minggu terakhir, yakni 199 orang. “Penurunan dimulai pada 2 November 2022, dan sekarang hanya 14 orang yang berobat. Mudah-mudahan ketika penawarnya ada, mereka (pasien yang berobat) dapat diselamatkan, meskipun 14 orang ini dalam tahap ketiga, yang benar-benar serius.berat.,” ujar Syahril.
Kemudian, kesulitan buang air kecil, yang dimanifestasikan dengan penurunan jumlah urin atau tidak ada urin sama sekali. Sejauh ini, BPOM telah mengambil tindakan untuk mencabut izin edar 3 perusahaan farmasi, yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma. Pekan lalu, BPOM menarik dan memusnahkan produksi obat sirup yakni PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma.
Hancurkan semua produk sirup farmasi yang mengandung kontaminan EG dan DEG di atas ambang batas. Produksi dan distribusi produk sirup obat lain yang menggunakan pelarut tambahan oleh kedua industri farmasi tersebut juga akan dihentikan sementara menunggu pengembangan lebih lanjut dari hasil pengujian dan inspeksi CPOB.
Selain penjatuhan sanksi administratif, BPOM akan melakukan kajian mendalam terhadap potensi pelanggaran lainnya. Kemudian, BPOM mencabut sertifikat Good Drug Distribution Practice (CDOB) dua Pedagang Besar Farmasi (PBF), yakni PT Megasetia Agung Kimia PT Tirta Buana Kemindo. Pasalnya, bahan baku propilen glikol yang didistribusikan kedua distributor tersebut mengandung kontaminan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang tidak memenuhi syarat.